MrJazsohanisharma

Diduga Lakukan TPKS, Stefen Tefbana Belum Ditahan: Polsek Tarus Dinilai Langgar Prinsip KUHAP


KUPANG, NTT – Penanganan kasus dugaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang melibatkan seorang remaja bernama Stefen Tefbana di wilayah hukum Polsek Tarus, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, menuai kritik dan sorotan dari berbagai pihak. 

Pasalnya, meskipun kasus tersebut memiliki ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara, pihak kepolisian hingga kini belum melakukan penahanan terhadap terduga pelaku.

Menurut keterangan resmi dari Polsek Tarus, alasan belum dilakukan penahanan terhadap Stefen Tefbana karena yang bersangkutan masih berstatus sebagai anak di bawah umur. 

Namun alasan tersebut dinilai tidak sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pasal 22 KUHAP menyebutkan bahwa terdapat dua syarat utama yang harus dipenuhi untuk melakukan penahanan terhadap tersangka, yakni:

- Syarat Subjektif : Terdapat kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.  

- Syarat Objektif : Tindak pidana yang disangkakan memiliki ancaman hukuman penjara lima tahun atau lebih.

Dengan demikian, secara hukum, apabila syarat objektif terpenuhi seperti dalam kasus ini yang ancaman pidananya mencapai 15 tahun maka penahanan dapat dilakukan, meskipun tersangka masih di bawah umur.

Penahanan terhadap anak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No. 11 Tahun 2012), yang mengatur perlakuan khusus bagi anak berhadapan dengan hukum.

Ketimpangan penegakan hukum ini mendapat perhatian serius dari Aloysius Anapah, orang tua dari Selfianus Anapah, seorang anak yang juga terseret dalam kasus dugaan TPKS yang sama.

“Anak saya ditahan sejak 20 Juli 2024 hingga 7 September 2024, kemudian dilepas dengan wajib lapor, tapi kembali ditahan sejak 22 November 2024 hingga saat ini. Sedangkan Stefen Tefbana yang juga terlibat justru belum ditahan sama sekali,” kata Aloysius dengan nada kecewa.

Ia juga menyampaikan bahwa anaknya, Selfianus, bahkan berusaha menolong korban, Tresia Chelsea Olivia Lite, dengan mengantarnya pulang usai kejadian. 

“Kalau memang anak saya bersalah, tentu dia tidak akan membantu korban. Tapi justru dia yang langsung di Pukul oleh pihak keluarga yg diduga korban TPKS serta langsung di tangkap ditahan bahkan sebelum bukti visum keluar,” tegasnya.

Aloysius mendesak agar pihak kepolisian, khususnya Polsek Tarus, bersikap netral dan objektif dalam menangani kasus ini. 

Ia menekankan bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan tidak tebang pilih.

“Hukum itu seharusnya untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Jika tidak ditegakkan secara adil, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum akan terus menurun,” tutupnya.

Kasus ini membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai praktik hukum terhadap anak yang terlibat dalam tindak pidana berat. Meski anak wajib mendapatkan perlindungan khusus, hal tersebut tidak boleh menjadi alasan untuk membiarkan hukum berjalan tidak adil. Penegakan hukum harus mempertimbangkan perlindungan hak korban dan asas kesetaraan di hadapan hukum.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Polsek Tarus belum memberikan pernyataan lanjutan terkait alasan tidak dilakukannya penahanan terhadap Stefen Tefbana. @GF


Lebih baru Lebih lama